Senin, 16 Januari 2012

Sok Hayeu Dan Sosok Hayeu

SOSOK HAYEU DAN SOK HAYEU
Oleh Khadafi Syah
Euforia perayaan tahun baru 2012 masih sangat terasa pada sebagian besar masyarakat di Indonesia khususnya Aceh. Melalui perayaan ini semacam ada kans sendiri bagi semua pihak, tak terkecuali dunia politik Aceh. Buruk dan kelamnya suhu dan situasi politik di aceh yang penuh dengan spektrum kepentingan menjadi sebuah catatan tersendiri bagi masyarakat, politikus aceh dan semua pihak yang turut prihatin dengan situasi kondisi politik aceh pada tahun 2011. Konflik sesama penguasa Aceh pada tahun lalu menjadi ladang hangat pembicaraan media, setiap pagi mungkin jarang kita melihat headline Koran-koran Aceh membicarakan masalah social, semuanya ditutupi oleh berita pencaturan poitik antara sesama bangsa Aceh,Semua saling menggap dirinya benar, Semua saling menganggap mempunyai hak dalam menentukan nasib bangsa Aceh.
Tahun 2011 menjadi catatan bahwasanya kepentingan politik mampu mengalahkan kepentingan-kepentingan social masyarakat yang seharusnya menjadi proritas utama penguasa Aceh saat ini padahal apa yang diamanahkan oleh masyarakat seharusnya menjadi motivasi untuk dilaksanakan dalam mengemban amanah masyarkat. Hendaklah semua pihak merenung sesungguhnya yang terjadi di Aceh pada tahun 2011 janganlah terulang kembali pada tahun 2012.

Dari titik ini kita akan berangkat jauh untuk menempuh tahun 2012. Dimana pada tahun ini  dipastikan masyarakat aceh akan melangsungkan pesta rakyat dalam menentukan siapa yang kelak bakal menjadi pemimpin ditengah carut marutnya kondisi masyarakat Aceh saat ini. Sebagai masyarakat di negeri berjuluk Serambi Mekkah sudah saatnya kita memilih konsep bagaimana kriteria pemimpin yang diisyaratkan oleh Al Qur’an sebagai sumber utama pencerahan kehidupan manusia. Belajar dari pengalaman  pada beberapa periode akhir, kita  masyarakat  aceh telah kehilangan sosok Ureng Hayeu( Hebat) dalam memimpin Daerah ini bahkan hampir disegala bidang sosok Ureng Hayeu bukan hanya dipemerintah , Dewan tapi juga dikampus dan juga Masyarakat. Kita, lebih memilih menentukan sosok ureng hayeu pada manusia yang penuh dengan kepandaian,kepinterannya, kecerdikan, latar belakang politik yang kuat tanpa mempertimbangkan jiwa amanah dan pekerja keras pada sosok tersebut . Akhirnya sosok Ureng hayeu pujaan kita dengan kepandaiannya, kepintarannya, kecerdikannya, Latarnya, malah digunakannya untuk mengelabui Masyarakat dan menggunakannya untuk menghindar dari kesalahannya dan ini sangat sering terjadi bukan hanya ditingkat derah saja akan tetapi hingga ke pusat. Mungkin sebuah lelucon yang menggelikan bagi penulis manakala kepandaian dan kecerdikan dan latar belakang politik kuat  hanya dijadikan landasan bagi masyarakat untuk layak atau tidaknya seseorang itu menjadi sosok hayeu untuk memimpin masyarakat aceh, baik tingkat kabupaten maupun tingkat daerah provinsi. Sekali lagi hal-hal yang penulis utarakan diatas bukanlah menjadi sebuah alasan untuk kita bangsa aceh menentukan siapa yang berhak menjadi pemimpin Aceh Kedepan
Belajar dari Surah Yusuf
Menjadi sebuah keharusan  mendasar bagi masyarakat Muslim Aceh manakala semua alur kehidupan direflesikan kepada sumber utama ajaran kita yaitu Al Qur’an. Al Qur’an dengan dinamika universalnya selalu mampu memberikan obat kemaslahatan umat manusia dalam berbagai aspek kehidupan dan lebih Hayeunya lagi dapat diterapkan bukan hanya untuk Muslim saja akan tetapi juga bagi umat beragama lainnya. Surah yusuf ayat 55 sudahlah lama sebenarnya memberikan penjelasan tentang bagaimana ciri-ciri sosok Hayeu yang diharapkan. Allah Swt dalam surah Yusuf ayat 55 berfirman : Yusuf berkata Angkatlah Aku menjadi orang yang mengendalikan keuangan Negara sesungguhnya aku adalah orang yang sangat memelihara dan sangat mengetahui.
Sepintas ayat tersebut hanya berkisar pada kisah nabi yusuf As ketika beliau diangkat menjadi pemuka masayarakat Mesir pada saat itu, namun  sebenarnya ayat ini  memiliki kandungan yang begitu mendalam jika ditafsirkan lebih jauh. Ada beberapa makna terkandung  dalam surah yusuf ayat 55 terkait dengan bagaiman Allah Swt memberikan kriteria orang-orang yang pantas mengemban suatu kedudukan ditengah tengah manusia Dalam ayat ini satu konsep mendasar yang menarik untuk dibahas adalah  mengapa Al Qurannulkarim  dalam ayat ini lebih mendahulukan kalimat hafidzun ( memelihara ) dari Pada Ilmun ( Pengetahuan). Hal ini dikarenakan pada dasarnya  Allah Swt memang lebih menghendaki orang-orang yang berjiwa hafidz ( memelihara ) ketimbang orang yang ber I’lmun ( pengetahuan) dalam mengemban sebuah kedudukan, Lantas mengapa mesti orang-orang berjiwa hafidz?. Hafidz menurut Tafsir Almisbah karya Qurhai Shihab bermakna adalah orang-orang yang berjiwa Amanah dan mampu memelihara Amanah yang diberikan kepadanya, kemudian jika dikembangkan lebih universal lagi , mereka yang memiliki jiwa hafidz adalah orang – orang yang lebih mengedepankan watak dalam berbagai aspek kehidupannya. Hafidz yang bermakna pandai memelihara dalam ayat  ini adalah suatu sifat kepribadian seseorang yang jarang dimiliki oleh manusia sok Hayeu saat ini. Seorang manusia  berjiwa pandai memelihara sangat sulit untuk menghianati amanah diatas pundaknya. Hal ini disebabkan lantaran sifat dan kepribadian yang dimiliki olehnya.
Orang-orang yang berjiwa hafidz meskipun ia tidak memiliki pengetahuan apapun tentang pemahaman amanah dan kepemimpinan yang diberikan kepadanya. Ia akan terus bekerja dan terus berusaha mencari pengetahuan akan amanah yang diembankan dikepadanya lantaran sifat  ingin terus menjaga dan memlihara amanah tersebut. Bukan hanya itu saja, akan tetapi demi menjaga Amanah, orang-orang berjiwa hafidz akan terus bekerja keras lantaran ia tidak akan pernah mau dikatakan sebagai penyeleweng amanah manusia.
Sangat sulit bagi jiwa-jiwa hayeu ini untuk menghianati apa yang diembankan kepadanya. Ia nya akan terus komit dengan Amanah tersebut, tak akan pernah terkecoh demi kepentingan-kepentingan pribadi atau pun kelompok. Sehingga amanah yang diberikan kepadanya akan terus terpelihara hingga ia dianggap telah mampu mengembang amanah tersebut. Intinya Disini Jelas Bahwa Bagi Allah Swt tidak perlu seseorang yang pandai, Cerdas, ataupun mempunyai pengetahuan politik yang kuat serta mempunyai gelar S2 luar negeri untuk memimpin sebuah masyarakat.
Oleh sebabnya mengapa dalam ayat ini penempatan Ilmun (pengetahuan) berada pada posisi setelah Kata Hafidzun. Karena memang ilmu yang dimiliki oleh seorang pemimpin masyarakat itu tidak ada apa-apanya bagi Allah Swt apabila tidak di iringi dengan sifat hafidzun atau bahasa kerennya  zaman sekarang masih mending Watak dari pada Otak. Seseorang yang memliki ilmu pengetahuan bisa saja dengan pengetahuan yang ia miliki dan ia dapatkan lebih berpotensi untuk mengkhianati apapun yang diembankan kepadanya. Misalkan pejabat baik itu DPR atau Pemerintah yang tertangkap korupsi, ternyata memang ia menggunakan pengetahuan atau ilmu  yang ia miliki untuk melakukan hal tersebut. lebih Ironisnya  lagi dengan pengetahuan yang di miliki digunakan untuk menghindar dari jertan hukum agar terbebas dari segala tuntutan akibat penyelwengan amanah tadi. Mengapa ini bisa terjadi? Karena orang ini tidak memiliki jiwa Hafidzun dalam dirinya. Sehingga posisi ilmu tidaklah lagi berguna bagi Allah Swt.
 Dalam hal lain kita sering mendengar bagaimana ketika masa kampanye para calon eksekutif dan legeslatif sok Hayeu dalam mengutarakan janjinya kepada masyarakat. ketika ia berbicara ia menggunakan pengetahuan yang dimiliki untuk mendapatkan simpati masyarakat tapi akhirnya Masyarkat tertipu lantaran orang sok hayeu tadi tidak mampu mengemban janji amanah masyarakat. contoh diatas diatas bukanlah sebuah omongan cet langet saja. kita sering dan menjumpai bagaimana orang-orang Sok hayeu bergelimangan ditengah masyarakat. dan terkadang orang-orang sok hayeu ini dengan pengetahuan keilmuannya  ia terus berupaya menanamkan pengaruhnya kepada masyarakat bahkan dengan kemampuan nya ia menghalalkan segala secara demi meraih kekuasaan. jiwa sok hayeu dia tak akan pernah memikirkan kepentingan Orang banyak, yang dipikirkan oleh mereka hanyalah bagaimana dengan amanah itu ia mampu mengisi perut tanpa peduli dengan penderitaan masyarakat. jiwa sok hayeu dengan pengetahuan akan terus mencari cara bagaimana ia mampu berkuasa diatas tiap-tiap manusia. Disaat ini lah posisi ilmu itu tadi tak jauh hinanya dengan bangkai kotoran manusia.

Orang-orang  berjiwa hafidzun ia akan terus bekerja demi memelihara amanah yang diamanahkan kepadanya. Memang ada baiknya seseorang berjiwa hafidzun ini juga diharapkan memiliki pengetahuan agar memudahkan dirinya dalam mengemban amanah.
Febuari  tahun ini Insya Allah pesta demokrasi masyarkat aceh akan berlangsung, masyarakat aceh dituntut lebih kritis dalam menentukan orang-orang yang nantinya akan berkuasa penuh di negeri serambi mekkah ini.  kita mesti belajar dari pengalaman yang telah ada. Karena sulit sekali bagi kita untuk menentukan siapa Sok hayeu dengan sosok  hayeu.  Semoga saja ini bermanfaat dan menjadi media pembelajaran orang aceh dalam berbagai aspek bukan hanya dari segi poltik tetapi juga dari segi social masyarakat; karena orang-orang yang sok hayeu ia cenderung mengedepankan otak ketimbang watak. Sedangkan orang Sosok Hayeu ia akan terlebih dahulu mengutamakan watak dari pada otak. Ditahun ini hendaklah kita mencermati apa akibat nya jika semua lembaga di aceh dipimpin oleh orang sok hayeu . akibatnya bukan hanya mesengsarakan rakyat akan tetapi terkadang membuat kita berpecah belah. Karena sifat dari orang sok hayeu  ia akan terus bernafsu untuk merebut hak orang lain, menganggap dirinya paling benar.
Saat nya ditahun ini kita lebih mengutamakan sosok hayeu, orang yang bukan saja mampu menjaga amanah akan tetapi ia terus bekerja keras demi menjaga amanah tersebut. Sosok hayeu  hendaklah terus dipertahankan dan jangan biarkan orang sok hayeu bergelimang mancari mangsanya dengan mengorbankan amanah yang dibebankan kepadanya.
(KHADAFI Warga Kuala Batee ABDYA)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar